
AKURAT.CO, Mantan Direktur Operasi PT. Garuda Indonesia berinisial Capt. AS menjalani pemeriksaan dugaan korupsi Pengelolaan Keuangan PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2011-2021.
Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung memeriksa AS untuk didalami dugaan korupsi pengadaan Pesawat Garuda. Diduga negara alami kerugian yang jumlahnya mencapai ratusan miliar.
"Saksi diperiksa terkait mekanisme pengadaan pesawat udara yang diduga dikorupsi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak, Senin (7/2/2022).
baca juga:
Selain AS, tim penyidik juga memeriksa JR selaku EVP PT. Garuda Indonesia (persero) Tbk. Tahun 2012.
"Materi pemeriksaan masih terkait mekanisme pengadaan pesawat udara. Sebab pemeriksaan saksi dilakukan untuk memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan tentang suatu perkara pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri guna menemukan fakta hukum tentang tindak pidana korupsi yang terjadi," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Leonard Eben Ezer Simanjuntak..
Tim jaksa penyidik Pidsus Kejagung menduga ada mark up dalam penyewaan pesawat yang dilakukan PT Garuda Indonesia Tbk sejak 2013 hingga sampai saat ini. Hal itu terungkap, setelah Direktur Penyidikan mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Print-25/F.2/Fd.1/11/2021 tanggal 15 November 2021 untuk mencari pelanggaran hukum.
"Dalam pengelolaan keuangan PT Garuda Indonesia ada mark up penyewaan pesawat Garuda Indonesia yang mengakibatkan kerugian keuangan negara dengan waktu perjanjian tahun 2013 sampai dengan saat ini dan manipulasi data dalam laporan penggunaan bahan bakar pesawat," kata Leo.
Adapun konstruksi kasusnya, hasil penyelidikan sementara bahwa berdasarkan Rencana Jangka Panjang Perusahaan (RJPP) 2009-2014 terdapat rencana kegiatan pengadaan penambahan armada pesawat sebanyak 64 pesawat yang dilakukan PT Garuda Indonesia.
Penambahan pesawat itu, kata dia, dilakukan baik dengan menggunakan skema pembelian (financial lease) dan sewa (operation lease buy back) melalui pihak lessor.
Leo menjelaskan, sumber dana yang digunakan dalam rencana penambahan jumlah armada tersebut dengan menggunakan lessor agreement.
"Di mana pihak ketiga akan menyediakan dana dan Garuda Indonesia kemudian akan membayar kepada pihak lessor melalui skema pembayaran secara bertahap dengan memperhitungkan waktu pengiriman terhadap inflasi," ujarnya.
Selanjutnya, lanjut Leo, atas RJPP tersebut direalisasikan beberapa jenis pesawat, yakni ATR 72-600 sebanyak 50 unit dengan rincian pembelian 5 unit dan penyewaan 45 unit.
Kemudian pesawat CRJ 1000 sebanyak 18 unit pesawat yang terdiri atas pembelian 6 unit dan penyewaan 8 unit.[]