Tak Hanya SHM, 5 Jenis Sertifikat Ini Wajib Dimiliki Saat Beli Properti

Warga saat menunjukan sertifikat tanah dalam acara penyerahan 10.000 sertifikat tanah bagi masyarakat Tangerang, Banten di ICE BSD City, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (26/9/2018). Presiden Joko Widodo membagikan sertifikat tanah untuk masyarakat di Kota Tangerang dan Kabupaten Tangerang, Banten. Total ada 20 ribu sertifikat yang diberikan kepada masyarakat. Dari total sertifikat itu, Jokowi memberikan simbolis ke beberapa perwakilan masyarakat. Ada sekitar 10 ribu masyarakat yang hadir mewakili pembagian sertifikat ini. Sebanyak 5.000 sertifikat itu diserahkan kepada warga yang berasal dari Kabupaten Serang, Kabupaten Pandeglang, Kabupaten Lebak, Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang Selatan, Kota Tangerang dan Kota Cilegon. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO Apabila kamu berniat untuk membeli properti, kelengkapan dokumen merupakan salah satu hal yang wajib, dan yang pasti harus ada sertifikatnya. Sebab, serfitikat menunjukkan bukti kepemilikan kita atas bangunan beserta tanahnya, sehingga mempunyai status hukum yang jelas.
Untuk itu, dalam memulai membeli properti atau ingin berbisnis properti, kalian harus mengetahui apa saja yang berhak kamu miliki. Untuk mengetahuinya, maka simak jenis sertifikat properti berdasarkan Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Pokok-pokok Agraria berikut ini:
a. Sertifikat Hak Milik (SHM)
baca juga:
Sertifikat Hak Milik (SHM) adalah jenis sertifikat dengan kepemilikan hak penuh atas lahan atau tanah oleh pemegang sertifikat tersebut. SHM juga menjadi bukti kepemilikan paling kuat atas lahan atau tanah yang bersangkutan karena tidak ada lagi campur tangan ataupun kemungkinan kepemilikan oleh pihak lain.
Hak Milik itu sendiri adalah hak yang bersifat turun-temurun, terkuat, dan terpenuh yang dapat dimiliki orang atas tanah di mana tanah tersebut masih memiliki fungsi sosial. Hak milik dapat diperjualbelikan atau pun dijadikan jaminan atau agunan atas utang dan apabila sudah diadministrasikan dengan baik, maka kamu sebagai pemilik tanah mendapatkan bukti kepemilikannya yang berupa SHM.
Status Hak Milik juga tidak terbatas waktunya seperti jika kamu hanya memiliki Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) yang akan dibahas selanjutnya. Melalui SHM, pemilik dapat menggunakannya sebagai bukti kuat dan sah atas kepemilikan tanah. Jadi, apabila terjadi masalah, maka nama yang tercantum dalam SHM adalah pemilik sah berdasarkan hukum. SHM juga dapat menjadi alat yang kuat untuk transaksi jual-beli maupun penjaminan kredit atau pembiayaan perbankan. SHM hanya diperuntukkan bagi Warga Negara Indonesia (WNI).
Hak Milik atas lahan dan bangunan yang dibuktikan oleh SHM masih dapat hilang atau dicabut karena tanahnya dimaksudkan untuk kepentingan negara, penyerahan sukarela pemiliknya ke negara, ditelantarkan, atau karena tanah tersebut bukan dimiliki oleh WNI.
b. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB)
Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) adalah jenis sertifikat di mana pemegang sertifikat tersebut hanya dapat memanfaatkan lahan tersebut untuk mendirikan bangunan atau keperluan lain dalam kurun waktu tertentu, sementara kepemilikan lahannya dipegang oleh negara. Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) memiliki batas waktu tertentu, biasanya 20 sampai 30 tahun, dan dapat diperpanjang. Setelah melewati batas waktunya, kamu sebagai pemegang sertifikat harus mengurus perpanjangan SHGB tersebut.
Hak Guna dapat diartikan sebagai hak atas pemanfaatan atas tanah atau bangunan misalnya mendirikan dan mempunyai bangunan di atas tanah yang bukan miliknya sendiri dalam jangka waktu tertentu. Hak Guna ini yang dapat diperpanjang jangka waktunya, dan dapat pula digunakan sebagai tanggungan serta dapat dialihkan. Pemegang Hak Guna harus memberikan pemasukan ke kas negara berkaitan dengan Hak Guna yang dimilikinya. Apabila Hak Guna sudah diadministrasikan dengan baik maka pemegang hak mendapatkan bukti kepemilikan berupa Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB).
Lahan dengan status Hak Guna Bangunan (HGB) diperbolehkan untuk dimiliki orang asing atau non Warga Negara Indonesia. Lahan dengan status HGB ini biasanya berupa lahan yang dikelola oleh pihak pengembang (developer) seperti perumahan atau apartemen, dan kadang juga untuk gedung perkantoran. Jika kamu membeli rumah, perlu diperiksa terlebih dahulu status sertifikatnya, jika SHGB maka kamu tidak punya kuasa atas tanah tersebut dan tidak dapat mewariskannya ke keturunan kamu. Namun, SHGB tetap dapat dijadikan agunan untuk mengajukan pinjaman ke bank.
c. Sertifikat Hak Satuan Rumah Susun (SHSRS)
SHSRS dapat dikaitkan dengan kepemilikan seseorang atas rumah vertikal atau rumah susun yang dibangun di atas tanah dengan kepemilikan bersama. Pengaturan kepemilikan bersama dalam satuan rumah susun digunakan untuk memberi dasar kedudukan atas benda tak bergerak yang menjadi objek kepemilikan di luar unit seperti taman dan lahan parkir.
d. Girik
Girik sebenarnya bukan merupakan sertifikat kepemilikan atas tanah melainkan jenis administrasi desa untuk pertanahan yang menunjukkan penguasaan atas lahan untuk keperluan perpajakan. Di dalam girik tertera nomor, luas tanah, dan pemilik hak karena jual-beli maupun waris. Girik harus ditunjang dengan bukti lain misalnya Akta Jual Beli atau Surat Waris. Jika yang kamu pegang adalah girik, maka sangat disarankan untuk segera mengurus sertifikat untuk lahan kamu.
e. Akta Jual Beli (AJB)
AJB sebenarnya juga bukan sertifikat melainkan perjanjian jual-beli dan merupakan salah satu bukti pengalihan hak atas tanah sebagai akibat dari jual-beli. AJB dapat terjadi dalam berbagai bentuk kepemilikan tanah, baik Hak Milik, Hak Guna Bangunan, maupun Girik. Bukti kepemilikan berupa AJB biasanya sangat rentan terjadinya penipuan AJB ganda, jadi sebaiknya segera dikonversi menjadi Sertifikat Hak Milik. []