Pelaku Industri Desak Pemerintah Perketat Pengawasan SNI Untuk Lindungi Industri Baja Nasional

Suasana produksi baja di salah satu pabrik PT Krakatau Steel Tbk (KRAS), Cilegon, Banten. | KRAKATAUSTEEL.COM
AKURAT.CO, Menteri Perindustrian saat ini dijabat oleh Agus Gumiwang. Agus diangkat sebagai Menteri Perindustrian periode 2019 hingga 2024 menggantikan Airlangga Hartarto yang saat ini dipercaya menjadi Menteri Koordinator Perekonomian.
Terpilihnya Agus menjadi Menteri Perindustrian dinilai masih menghasilkan sejumlah pekerjaan rumah yang menumpuk. Diantaranya terkait pengetatan Standar Nasional Indonesia (SNI) pada produk baja impor yang masuk ke Indonesia.
Kepala Seksi Keanggotaan Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI), Henry Setiawan menerangkan, standarisasi baja, khususnya koil sebagai bahan baku baja ringan amat penting untuk melindungi konsumen sebagai pengguna akhir produk baja di tanah air. Namun sayangnya, pengawasan akan produk-produk baja non SNI ini yang dirasa masih belum maksimal.
baca juga:
Seperti diketahui, industri baja di hilir seperti ARFI ini membeli bahan baku dari wujud koil gulungan dan tinggal dibentuk menjadi gelombang dan tinggal dipotong saja sehingga praktis proses mekanisnya. Karena kesederhanaan proses tersebut makanya mesinnya juga tidak mahal sehingga banyak industri kecil-kecil yang bertumbuh.
"Seperti diketahui industri Roll former tidak padat modal. Jadi skala dari para pelaku industri yang ada di roll former ini menurut taksiran kami tidak ada yang pasti jumlahnya kira-kira bisa 500-700 perusahaan se-Indonesia," terangnya.
Henry mengakui, banyak industri-industri kecil ini yang mereka masih belum concern terhadap standarisasi. Banyak dari mereka yang masih mengunakan bahan baku non SNI.
"Cuma produknya industri kecil ini tadi tidak menggunakan bahan-bahan yang ber-SNI. Mereka kan tidak berfikir dalam jangka panjang. Tidak dipikirkan dampak kepada para konsumen yng dirugikan karena umur pakainya jadi memendek," tegasnya.
Menurutnya pengawasan pada produk-produk bahan baku ber-SNI inilah yang harus diperketat. Pasalnya, lemahnya yang membuat persaingan antara baja lokal dan baja impor jadi tidak sehat. Karena itu standarisasi harus dikawal betul oleh pemerintah.
Sehingga terdapat beberapa pihak yang seharusnya berperan dalam mengawasi hal ini. Yang pertama petugas bea cukai di area kepabeanan.
"Memang barang non SNI ini 100 persen dari impor. Kalau dalam negeri praktis tidak memproduksi bahan baku non SNI. Artinya di area kepabeanan itu harus ada pengecekan," ujar Henry.
Henry melanjutkan, pihak lain yang berperan dalam pengawasan selain bea cukai di wilayah kepabeanan adalah Kementerian Perindustrian yang seharusnya melakukan pembinaan di pabrik baja hilir. Mereka harus melakukan pembinaan, apakah barangnya sesuai SNI untuk bahan bakunya yang dipakai.
Selanjutnya, pengawasan di direktorat jendral perlindungan konsumen dan tertib niaga Kemendag. Mereka yang seharusnya mengawasi peredaran barang di pasaran. Sementara pihak terakhir yang bertugas di pengawasan ini adalah petugas Bareskrim Polri.
Henry melanjutkan, jika pemerintah mengklaim deregulasi 18 peraturan yang rencananya dilakukan oleh Kemenperin untuk meningkatkan daya saing, hal itu menurutnya justru bertentangan dengan permendag 110.
"Permendag 110 itu intinya seluruh importasi itu harus melalui pertimbangan teknis yang diterbitkan oleh kementerian perindustrian, baru surat persetujuan impor itu diterbitkan oleh Kementerian Perdagangan. Itu amanat 110," paparnya.
Lebih lanjut Henry memalarkan selaku pelaku industri dalam negeri, aturan pertimbangan teknis (Pertek) itu sudah betul, karena Kemenperin selaku pembina industri dalam negeri harusnya memahami suplay dan demand. Mengingat jika sampai pertimbangan teknis ini dikeluarkan secara membanjir tanpa terkendali artinya, maka tidak ada pertimbangan teknis untuk API-P sehingga pasar dalam negeri akan over suplay dan harga akan hancur.
Kondisi ini tentunya akan melukai dan membunuh industri dalam negeri. Apalagi yang masuk baja Non SNI.
"ARFI sendiri merupakan asosiasi yang menginisiai SNI produk profil untuk baja ringan. Anggota ARFI mayoritas sudah memegang SNI profil itu walaupun belum diwajibkan," tandasnya.[]