Menteri PUPR: Diperlukan Inovasi Pembiayaan Guna Target 100 Persen Akses Air Minum

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono memberikan penjelasan kepada komisi IV saat rapat kerja di kompleks Parlemen MPR/DPR-DPD, Senayan, Jakarta, Rabu (15/7/2020). Rapat kerja tersebut membahas tindak lanjut hasil pemeriksaan BPK semester I dan II tahun 2019. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengungkapkan diperlukan berbagai inovasi pembiayaan untuk mewujudkan target 100 persen akses air minum di Indonesia. Mengingat prasarana dan sarana air minum merupakan infrastruktur dasar yang memberikan pengaruh vital pada kesehatan dan lingkungan.
"Mengingat kemampuan pendanaan pemerintah sangat terbatas melalui APBN untuk membiayai pembangunan infrastruktur secara utuh, oleh karena itu diperlukan berbagai inovasi pembiayaan," tutur Menteri Basuki dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, melansir Antara, Rabu (3/2/2021).
Sementara itu, Direktur Air Minum Direktorat Jenderal (Ditjen) Cipta Karya Kementerian PUPR Yudha Mediawan mengklaim terus mendorong alternatif pembiayaan selain anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) guna menambah jumlah sambungan rumah tangga (SR).
baca juga:
"Jangan berfokus pada APBN atau APBD. Kita harus tangkap skema pembiayaan alternatif yang cerdas," tuturnya.
Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR menargetkan pembangunan SR hingga 10 juta unit di Indonesia hingga 2024.
Kebutuhan investasi untuk mengejar target tersebut mencapai Rp143 triliun, sedangkan dana yang disediakan APBN hanya sekitar 26 persen atau sekitar Rp37 triliun hingga 2024.
"Artinya, ada kesenjangan pendanaan sekitar Rp70 triliun, yang harus dipenuhi dari pembiayaan alternatif (creative financing), itu kolaborasi APBD, DAK, KPBU, pinjaman perbankan, dan lainnya," kata Yudha.
Menurutnya, sejauh ini sedang banyak didorong salah satunya adalah menggunakan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk mendapatkan pendanaan pembangunan SR dan infrastruktur air minum.
Dana alokasi khusus (DAK) juga sudah bisa dialokasikan untuk keperluan konstruksi sistem penyediaan air minum. Selain itu, bagi PDAM yang masuk kategori sehat, ke depan dapat bekerja sama secara langsung dengan PDAM lain menggunakan skema antarbisnis untuk membantu menangani di luar wilayah kerjanya.