Performance Ekonomi Indonesia di 2020 Ungguli G20

Pengunjung berada di sekitar layar elektronik pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (5/8/2020). Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II-2020 minus 5,32 persen. Hal tersebut lebih dalam dari konsensus pasar ataupun ekspektasi pemerintah dan Bank Indonesia yang berada di kisaran minus 4,3 persen hingga minus 4,8 persen. | AKURAT.CO/Endra Prakoso
AKURAT.CO Kementerian Keuangan menyampaikan bahwa kontraksi perekonomian dalam negeri akibat COVID-19 sangat moderat jika dibandingkan dengan negara lain seperti G20 dan negara-negara di Asia Tenggara atau Asteng.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Febrio Nathan Kacaribu menyebutkan kontraksi yang terjadi di perekonomian Indonesia berkisar -2,2 persen hingga -1,7 persen.
“Performance perekonomian di 2020, walau angka belum keluar, tapi kalau dibandingkan dengan menghadapi tantangan yang sama besarnya, kita lihat perekonomian Indonesia relatif akan cukup moderat dibandingkan kontraksi yang terjadi di hampir seluruh negara,” katanya dalam diskusi daring, Selasa (26/1/2021).
baca juga:
Disisi lain, kontraksi yang sangat moderat juga terlihat dari realisasi defisit fiskal yang hanya sebesar 6,1 persen jika dibandingkan dengan negara lain yang mencapai double digit.
“Kontraksi kita sangat moderat. Dalam konteks kita melakukan respon secara fiskal, spesifik di sini kita tunjukkan angka realisasi sementar -6,1 persen dari PDB. Sementara banyak negara G20 dan ASEAN itu defisitnya sangat dalam sekali bahkan double digit,” lanjutnya.
Tak hanya itu, performa ekonomi Indonesia juga dinilai relatif cukup efisien dibanding banyak negara. Salah satu indikatornya adalah proyeksi utang publik terhadap PDB yang 38,5 persen.
Di antara beberapa negara di ASEAN, rasio utang Indonesia adalah yang terendah jika dibandingkan dengan Filipina 48,9 persen, Vietnam 46 persen, Thailand 50 persen dan Malaysia 67,6 persen.
“Kalau kita lihat dengan G20 dan ASEAN, rasio utang publik Indonesia termasuk paling rendah dan kenaikannya relatif sangat manageable dibandingkan negara lain,” ungkapnya.
Febrio mengatakan bahwa kondisi tersebut dapat menjadi modal kuat bagi Indonesia untuk menghadapi perekonomian 2021.
“Harapannya pemulihan yang mulai terjadi di 3 kuartal terakhir, terdalam di kuartal 2, kuartal 3 dan kuartal 4 membaik, sehingga bisa jadi modal kita untuk masuk di 2021 punya optimisme untuk mengelola perekonomian kita bersama,” tambahnya.[]