Harga Bawang Putih Masih Tinggi, Pemerintah Perlu Pertimbangkan Impor

Ketersediaan bawang putih di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta Timur, Kamis (27/2/2020). Menurut Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Agung Hendriadi mengakui bahwa stok bawang putih dalam negeri kian menipis. | AKURAT.CO/Abdul Aziz Prastowo
AKURAT.CO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) menyebutkan pemerintah perlu mempertimbangkan untuk melakukan impor bawang putih. Berdasarkan data Pusat Informasi Harga Pangan Strategis (PIHPS), kenaikan harga bawang putih sebetulnya sudah terlihat sejak pertengahan 2020.
Head of Research CIPS Felippa Ann Amanta mengatakan, harga bawang putih berada di rata-rata Rp23.600 per kilogram pada Juli 2020 dan meningkat menjadi Rp23.850 di bulan berikutnya dan kembali naik cukup banyak menjadi Rp26.550 di bulan September. Harga kemudian kembali naik menjadi Rp26.900 di bulan Oktober dan terus meningkat menjadi Rp28.450 dan Rp28.750 di bulan November dan Desember 2020.
Memasuki awal tahun, harga bawang putih turun tipis menjadi Rp28.350 per kilogram. Pergerakan harga di pasar, lanjut Felippa, sudah cukup menunjukkan sejauh mana ketersediaan bawang putih di pasar.
baca juga:
Pergerakan harga ini juga diperkuat oleh pernyataan Kementerian Pertanian pada Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IV DPR RI baru-baru ini yang menyebut total kebutuhan bawang putih nasional sebesar 591.596 ton. Sementara itu, produksi dalam negeri hanya berjumlah sekitar 59.032 ton. Jadi masih terdapat kekurangan sekitar 532 ribu ton. Bawang putih memang susah ditanam di Indonesia karena faktor iklim dan geografis, sehingga produksi dalam negeri tidak bisa optimal.
Sementara itu, kata Felippa, menjelang Hari Raya Imlek, Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri, tentu akan terjadi peningkatan permintaan bawang putih di pasar. Kalau kesenjangan antara jumlah produksi dan kebutuhan tidak segera dipenuhi, hampir dapat dipastikan kalau harganya akan kembali meningkat. Kejadian ini hampir sama dengan yang terjadi pada awal 2020 lalu di mana harga bawang putih bersama dengan beberapa komoditas pangan lain seperti bawang bombay dan gula sempat melonjak. Terlambat turunnya RIPH dan kebijakan pembatasan sosial/lockdown yang diberlakukan di negara pemasok menjadi penyebabnya.
“Mengantisipasi siklus yang biasanya cenderung berulang, pemerintah idealnya sudah dapat memperkirakan kapan tindakan impor perlu dilakukan. Pemerintah juga perlu memperhatikan kalau proses pengajuan impor yang diawali dengan pengurusan RIPH dan SPI juga berlangsung tidak sebentar. Jadi selain perlunya ketersediaan data yang akurat dan pemantauan harga, evaluasi terhadap proses pengajuan impor juga perlu dilakukan. Apa mungkin proses yang panjang tersebut juga berkontribusi pada terlambat masuknya pangan yang dibutuhkan,” kata Felippa lewat keterangan tertulisnya, Jakarta, Sabtu (23/1/2021).
Felippa menambahkan, pemerintah perlu mempertimbangkan opsi untuk membebaskan Rekomendasi Impor Produk Hortikultura (RIPH) untuk komoditas pangan hortikultura. Pembebasan RIPH pernah diberlakukan sementara tahun lalu selama beberapa bulan untuk mempercepat masuknya beberapa komoditas pangan yang ketersediaannya diperlukan di Tanah Air. Saat itu, harga bawang putih dan bawang bombay sempat melonjak dan terlambat diantisipasi. Langkah Kementerian Perdagangan (Kemendag) yang saat itu membebaskan RIPH merupakan keputusan yang sangat relevan, terutama merespon pandemi.
Dengan meniadakan RIPH, katanya, impor komoditas pangan diharapkan bisa berjalan lebih cepat dan pasokan keduanya bisa segera memasok kebutuhan dan menstabilkan harga di pasar Indonesia. Tidak hanya RIPH, Kemendag juga membebaskan importir dari kewajiban mengurus Surat Perizinan Impor (SPI).
Terkait proses pengajuan impor, importir biasanya harus mengurus RIPH kepada Kementerian Pertanian (Kementan) yang dilanjutkan dengan pengajuan Surat Perizinan Impor (SPI) kepada Kemendag. Importir juga dibebaskan dari persyaratan laporan surveyor (LS) atas kedua komoditas tersebut. Felippa juga mendorong pemerintah untuk memperluas terobosan yang baik ini ke komoditas strategis yang lain, seperti daging sapi, jagung, kedelai dan gula.