Terungkap! Penyebab Realisasi Zakat dan Wakaf Masih Rendah di Indonesia

Pengendara motor membayar zakat secara Drive Thru di Masjid Nurul Hidayah, Tanah Kusir, Jakarta Selatan, Rabu (20/5/2020). Masjid Nurul Hidayah, Tanah Kusir, membuka layanan pembayaran zakat fitrah dengan sistem 'drive thru' atau layanan tanpa turun dari kendaraan. Hal ini diberlakukan untuk rasa keamanan dan kenyamanan selama pandemi COVID-19. | AKURAT.CO/Endra Prakoso
AKURAT.CO Indonesia merupakan negara muslim terbesar di dunia dengan lebih dari 80 persen penduduknya beragama islam namun potensi dalam hal zakat dan wakaf, Indonesia masih terbilang belum optimal.
Lembaga Amil Zakat Nahdlatul Ulama (Lazisnu) mengatakan Indonesia memiliki potensi zakat hingga Rp327,6 triliun, namun sayangnya potensi tersebut belum bisa dimanfaatkan dengan baik. Hal ini terlihat dari realisasi zakat nasional hingga akhir November 2020 sebesar Rp12,27 triliun.
Kemudian Badan Wakaf Indonesia menyatakan, potensi wakaf uang di Indonesia mencapai Rp180 triliun per tahunnya, meski demikian potensinya juga belum terjamah dengan baik, karena literasi Zakat atau Wakaf masih sangat terbatas.
baca juga:
Menurut Guru Besar UNPAD, Dian Masyita potensi tersebut tak tergali karena ada beberapa alasan. Ia membeberkan bahwa Zakat dan Wakaf sering kali tidak tercatat Muzaki memberikan zakat langsung ke mustahiq tanpa melibatkan lembaga amil zakat sehingga tidak tercatat di lembaga manapun.
"Tidak dilaporkan Waqif langsung menunjuk Nazir untuk mengelola aset atau dana wakaf dan tidak melaporkannya ke BWI ataupun Kemenag," ucapnya saat Webinar Indonesia Islamic Festival 2020, Kamis (26/11/2020).
Menurutnya ini menyebabkan banyak zakat tak tercatat realisasinya.
Kemudian ada Kebiasaan memberi dan budaya gotong royong saling membantu kepada keluarga terdekat yang berkesusahan terlebih dahulu.
"Memang tak ada salahnya membantu orang terdekat terlebih dahulu, biasanya orang membantu tetangga atau pembantunya dahulu misalnya, tapi tak melalui zakat," katanya.
Kemudian memang masing-masing organisasi keagamaan dan pesantren lebih memilih menjadi LAZ sendiri dan mendistribusikan dana zakatnya sendiri.