Kemenkeu: Penempatan Dana PEN di BPD Mampu Angkat Konsumsi Hingga Rp8,58 Triliun

Produk-produk ritel yang dijajakan di salah satu pusat perbelanjaan di Pekanbaru, Riau, Rabu (9/5). Center of Reform on Economics (CORE) menyoroti konsumsi swasta Indonesia yang belum juga menunjukan tanda-tanda pemulihan. Hal ini terlihat dari komposisi pengeluaran rumah tangga dan penjualan ritel cenderung menurun. Tercatat, pada kuartal pertama 2018, pertumbuhan penjualan barang ritel tersier hanya sebesar 7,3 persen saja, angka tersebut jauh lebih rendah dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar 13,8 persen | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Andin Hadiyanto mengklaim bahwa penempatan dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) kepada Bank Pembangunan Daerah (BPD) sebesar Rp14 triliun mampu memberikan stimulasi terhadap sisi suplai sektor ekonomi di daerah.
Menurutnya, dana pemerintah pada BPD mampu mendorong sektor rumah tangga hingga 29,6 persen atau Rp8,58 triliun. Secara keseluruhan BPD mampu menyalurkan kredit sebesar Rp30,12 triliun dari penempatan dana pemerintah tersebut kepada 146.592 debitur.
baca juga:
“Produktivitas dana pemerintah di BPD mendorong sisi supplyberbagai sektor ekonomi di daerah,” katanya dalam RDP bersama Komisi XI DPR RI di Jakarta, Rabu (25/11/2020).
Dilansir dari Antara, Andin menuturkan keseluruhan penyaluran tersebut meliputi kredit kepemilikan rumah tinggal dan apartemen untuk dihuni, kendaraan bermotor, serta peralatan rumah tangga lainnya.
Kemudian untuk sektor perdagangan besar dan eceran mampu terdorong 18,1 persen atau Rp5,26 triliun termasuk ekspor dan impor seperti hasil pertanian, binatang hidup, makanan, minuman, tembakau, tekstil dan pakaian jadi serta barang-barang keperluan rumah tangga.
Untuk sektor konstruksi, dana pemerintah berhasil mendorong kredit Rp4,78 triliun atau 16,5 persen yang diberikan kepada debitur usaha penyiapan lahan, konstruksi gedung dan bangunan sipil, instalasi gedung dan bangunan sipil, serta penyelesaian konstruksi gedung.
Untuk sektor bukan lapangan usaha lainnya adalah Rp4,05 triliun atau 14 persen yang meliputi kegiatan untuk pembiayaan dan pemenuhan kebutuhan konsumsi masyarakat seperti pinjaman, pembiayaan, dan kredit tanpa agunan.
Untuk sektor industri pengolahan Rp1,95 triliun atau 6,7 persen dari keseluruhan penyaluran yang meliputi kegiatan untuk mengubah bentuk atau mengolah menjadi barang baru baik dikerjakan dengan mesin maupun tenaga manusia.
Untuk sektor perantara keuangan Rp1,32 triliun atau 4,6 persen meliputi usaha pegadaian, unit BPR/BPRS, usaha jasa keuangan lainnya seperti simpan pinjam serta asuransi.
Menurut Andin, kondisi BPD semakin stabil melalui adanya penempatan dana pemerintah karena profil risiko masih dalam skala low to moderate atau sehat.
Hal itu dibuktikan melalui rasio kredit macet atau Non PerformingLoan (NPL) yang menurun dari kuartal II 2020 sebesar 3,26 persen menjadi 3,13 persen pada kuartal III 2020 sehingga menandakan pengendalian risiko kredit BPD sangat baik.
Tak hanya itu, Capital Adequacy Ratio (CAR) juga baik yaitu meningkat 16 basis poin dari 20,69 persen pada kuartal II 2020 menjadi 20,85 persen pada kuartal III 2020.
“Setelah penempatan dana menunjukkan penguatan permodalan dan peningkatan terhadap aset-aset yang berisiko,” ujarnya.[]