
AKURAT.CO PT. Wilmar Padi Indonesia (WPI) menargetkan kemitraan dengan petani melalui Farmer Engagement Program (FEP) tahun ini meningkat menjadi 10 ribu hektare (ha).
Peningkatan itu bertujuan untuk membantu meningkatkan kesejahteraan para pejuang pangan tersebut.
Menurut Rice Business Head PT Wilmar Padi Indonesia (WPI) Saronto, upaya membangun bisnis padi diawali dengan keinginan meningkatkan kesejahteraan petani yang menjadi mitra Wilmar.
baca juga:
Model kemitraan tersebut dilakukan melalui Farmer Engagement Program (FEP) untuk meningkatkan produktivitas petani. Program tersebut dimulai sejak musim tanam II 2021 dengan luas lahan kemitraan 141 ha.
"FEP disambut positif oleh petani sehingga peserta dan luasannya terus meningkat. Pada musim tanam I (November 2022-Februari 2023), jumlah petani peserta FEP mencapai 2.302 orang dengan luas lahan 2.815 ha. Angka tersebut melonjak dibanding periode sama tahun lalu yang hanya 1.626 orang dengan luas lahan 1.113 ha," terang Saronto, Kamis (30/03/2023).
Ia menambahkan, sejak musim tanam II (Maret-Juni 2021) hingga saat ini, total petani yang telah bergabung dalam FEP sebanyak 7.561 orang dengan luas lahan 6.798 ha yang tersebar di Jawa dan Sumatera. Tahun ini perusahaan menargetkan kemitraan melalui FEP meningkat menjadi 10 ribu ha.
"Luasan itu naik signifikan dari realisasi kemitraan tahun lalu yang baru 3.366 ha," ujarnya.
Saronto mengatakan, pihaknya telah menentukan tiga lokasi baru untuk FEP tahun ini, yaitu di Pandeglang, Lampung, dan Kuala Tanjung.
Peningkatan kemitraan terjadi karena program tersebut mendapat respon positif dari petani, terutama karena adanya pendampingan dari tim agronomis perusahaan yang membantu meningkatkan produktivitas mitra.
Dari data di lapangan, peningkatan produktivitas dalam pendampingan tersebut minimal 15 persen. Melalui pendampingan petani dapat meningkatkan produktivitasnya, sehingga dengan sendirinya pendapatan mereka meningkat.
Misi dalam mensejahterakan petani itu juga dilakukan melalui pembelian gabah dengan harga yang baik dan wajar melalui efisiensi produksi. WPI juga memanfaatkan produk samping (by product) menjadi produk hilir yang memberikan nilai tambah. Seperti, bekatul, kulit, menir dan sekam. Sedangkan dasar pembelian gabah ditentukan oleh kualitas yang ditentukan oleh kadar air, kadar kotoran, dan butir hijau.
“Kami mencari peluang keuntungan dari produk turunan beras, seperti bekatul, menir, sekam yang bisa dibuat untuk bahan bakar pengganti batu bara karena nilai kalorinya sangat tinggi, termasuk membuat tepung beras. Itu yang kami kembalikan ke petani,” tutur Saronto.
WPI memiliki tiga tujuan utama. Pertama, membantu meningkatkan kesejahteraan petani dengan membeli gabah dengan harga yang baik dan wajar. Kedua, membantu pemerintah dalam ketahanan pangan. Ketiga, membantu pemerintah mengendalikan inflasi akibat dampak kenaikan harga beras.
“Kami berupaya mengikuti arahan pemerintah untuk ikut meningkatkan ketahanan pangan di dalam negeri,” kata dia.
Pihaknya juga menghadapi sejumlah tantangan dalam program tersebut. Diantaranya, edukasi pengetahuan dan teknologi baru yang diperkenalkan tim FEP karena adanya knowledge gap. Selain itu, tim juga harus membangun hubungan emosional yang kuat dengan petani.
"Karena tidak jarang saat panen tiba mereka didekati oleh tengkulak dengan iming-iming harga yang lebih tinggi," tukasnya.[]