
AKURAT.CO, Lahir di Bantul, Yogyakarta, membuat Herlius Daru Indrajaya aka Ndarboy menyadari bahwa tanah kelahirannya adalah tempat yang kuat dengan atmosfer seni. Pun demikian, penyanyi yang aktif dengan nama panggung Ndarboy Genk ini merasa masih terlalu “jauh” jika dibandingkan dengan “seniman-seniman” Jogja.
Pada Jumat (3/3) malam, Akurat.co mengunjungi Ndarboy di sebuah hotel yang terletak di kaki Gunung Ungaran, Bandung, Kabupaten Semarang. Kami bercakap-cakap di tengah cuaca sejuk menjelang tengah malam sebelum keesokan harinya Ndarboy bersama Ndarboy Genk bermain di penutupan Liga Akurat Zulhas Cup 2023.
Dalam kesempatan itu Ndarboy bercerita tentang pengalamannya di-bully di masa kecil yang menginspirasi nama Ndarboy dan Ndarboy Genk, perubahan cara berkaryanya setelah lagunya ditonton lebih dari 75 view di Youtube, serta dampak ketenaran yang dihadapinya. Berikut petikannya:
baca juga:
Salah satu video di Instagramnya Ndarboy Genk, Mas Boy terlihat ada di acara yang dihadiri Sawung Jabo. Apakah Ada pengaruh atmosfer seni Jogja terhadap Mas Boy?
Sangat pengaruh, saya melihat bapak-bapak itu, saya umurnya (kelahiran) 1995 masih muda sendiri itu. Saya duduk di situ mereka solid ada temennya yang sakit terus dibuatkan acara. Itu acara sepertinya ada salah satu teman mereka yang baru sakit, atau habis sembuh kayaknya, terus dibikin semangat lagi untuk terus berkarya terus menjalani hidup dengan bahagia.

Jadi seniman-seniman dari Jakarta datang ke situ, dari mana-mana datang ke situ, untuk memberikan support. Di situ kita jamming, ngejam, di situ saya merasa apa ya.. saya merasa (diri saya) sejentik itu enggak ada Mas, dari pola pikir, dari proses kreatif, dari apa ya pembawaannya sebagai seniman, memaknai sebuah karya, terus cara berkomunikasi.
Ternyata saya selama ini, selama Ndarboy lah ya (sejak) 2017 itu, saya ternyata cuma memikirkan berkarya terus bagaimana karya itu bisa terjual, laku gitu kan. Tapi saya enggak memikirkan bagaimana caranya mengolah rasa, mengolah tutur kata, gestur, jadi kadang kalo ketemu orang, ini artis atau bukan ini..hahaha..
Terus aku harus gimana ya? Cara berkomunikasi ya, saat jamming itu ya, walaupun jamming enggak dibayar mereka itu benar-benar mengeluarkan power-nya, mengeluarkan energinya, auranya, terus aku disuruh jamming itu koyo tikus kejepit gitu. Aku masih malu dengan diriku sendiri.
Wah saya harus benar-benar lebih mendalami proses kreatif saya, perasaan saya, sehingga itu bisa membentuk mental saya sehingga saya lebih percaya diri dengan karya saya dan talenta yang diberikan Tuhan kepada saya.
Sebagai musisi yang mulai dari bawah…
Tapi banyak orang mungkin ada orang yang bilang, wah ini, kalau udah sukses baru jual-jual proses sengsaranya. Ya enggak sengsara-sengsara banget, cuma ya menurutku itu saya bukan orang yang ikut label, diterima. Dulu saya ngirim label enggak diterima kok, saya ngirim ke label, lima album, ke Trinity, Sony, dan lain-lain, waktu SMP sampe kuliah, enggak ada yag dipanggil.
Ndarboy Genk sekarang punya subscriber Youtube 1,7 juta, lagu Mendung Tanpo Udan sudah 75 juta view. Apakah ada perubahan dari proser berkarya?
Setiap rilisan pasti ada perubahan, kalo di Mendung dapat banyak, terus otomatis kita kan harus meningkatkan proses berkaryanya dari kualitasnya, videonya. Mendung itu dulu cuma pakai hape, di masa pandemi enggak boleh masuk ke obyek wisata, jadi yang aku lipsync itu di jalan itu, cuma di pinggir jalan itu. Bagaimana supaya enggak kelihatan di pinggir jalan banget gitu di-shoot dari bawah itu. Kadang enggak dapat masuk. Mau mbayar, apa istilahnya, mau ngemel birokrasi enggak punya uang. Ya udah kita cuma di pinggir jalan dan lain-lain.
Terus kadang kalo yang diterima lebih ya kita juga harus bisa memberikan yang lebih juga dong. Jangan kita menerima lebih kita stay aja pake hape pake kamera seadanya, bisa viral kok, bisa diterima kok karyanya.

Soal kita produksi ratusan juta untuk memperbaiki kualitas jelas kita bisa ketemu sama orang-orang yang baru lagi, ketemu vendor A dan lain-lain, eh malah enggak viral… hehehehe.. tapi di situ tuh aku merasa aku tuh memang harus jadi seniman, jangan jadi musisi atau jangan jadi pebisnis musik.
Jadi apa yang aku dapat harus aku beri juga, aku juga harus memberi, makanya di situ, sampe sekarang, terus berani dari single-single kan itu, terus sekarang berani membuat album di tahun 2021. Jadi single-single saya ada di album. Album itu udah berapa? Buat packaging, bikin artwork, desain, rekaman langsung sepuluh lagu, session player, promo, launching, dan lain-lain.
Rilis 2021, di masa pandemi, kita tur di Jawa, Bali, dan Papua. Benar-benar mandiri kita naik bis, hidup di bis, ya kita merasakan kembali berjuang mengajak tim saya. Kamu ikut aku jangan mau enaknya doang, ayo ikut tahu prosesnya aku dulu. Jadi ada yang beberapa di-job, ada yang dikasih uang tapi cuma transport, ada yang benar-benar murni kita kerjakan hasilnya sharing tiket.
Membuat sepuluh lagu dengan bujet sebegitu besar yang aku indie ya, terus rilis episode satu, kan dibuat series tuh, episode satu enggak booming, episode dua enggak booming, episode tiga enggak booming, sampe masuklah Jogja itu, blaar, waah puji syukur diterima.
Bagaimana kehidupan sosial Mas Boy setelah lagunya meledak?
Wah sama aja. Cuek saya. Aku masih seperti dulu. Malah kadang dari manajerku, asistenku yang ngurusin, sampe, ‘ah Mas, mbok yang cuek (sama penggemar), Mas mbok yang cool, mas mbok pake masker, Mas mbok yang wangi, kamu itu pake jaket yang tertutup kalo jalan-jalan itu biar nggak terlalu terekspos,’ eksklusif katanya. ‘Taeek’ batinku.
Disamperin penggemar pernah?
Lha aku mendapatkan ini semua berkat mereka, ketemu aku adalah gift mereka. Ya tadi, asistenku, manajerku, banyak, atau ada juga orang yang mau dateng, ‘oh Mas Ndarboy senengnya nongkrongnya di situ’, ketemu di situ bawa produk, foto minta greeting ngomong ini. Promosiin barangnya, wah ini kan ada bujetnya, kan settingan manajemen ngono kui, tapi aku yo tetep, aku Daru yang tetep kayak gini, saat aku berguna buat orang lain lah itu adalah amalanku.
Kita kan memberi bukan selalu berupa uang, tetapi aku membantu promo, dia menodong aku video, aku tak ladenin, enggak apa-apa. Itu gift-nya dia bertemu sama aku. Enggak masalah, dan aku malah seneng, umpamanya aku makan gitu, ada orang ngelirik-ngelirik, enggak nyapa aku malah “Mas, mau foto? Sini lho”, terus dia bilang, “Mas difoto kurus ketemu lemu tho” malah ngejek hahaha, tapi enggak apa-apa aku Mas.

Aku tuh, kalo bisa aku tuh berkarya, bermusik, itu enggak cuma kepuasan batinku atau mencari nafkahku, tapi ini bisa jadi amalanku, menurutku sih.
Walaupun saya masih banyak kurangnya. Tadi Mas bilang sudah mencapai titik kepuasan, wah ndak ada saya titik kepuasan. Sekarang saya masih terus eksplor, berproses biar lebih baik lagi, cara bernyanyi, cara mempertanggungjawabkan rekaman, terus live kita bagaimana bisa perfek, bisa rapi.
Terus alat musik, maksudnya, lagunya viral, tapi live-nya enggak sebagus lagunya, gitu. Terus sering kita minta riders terpenuhi dan lain-lain, tapi sebenernya gear kita yang kurang, jadi masih banyak, dari segi untuk pertunjukan aja ya, untuk alat aja kita masih nabung Mas, sampe sekarang, masih nabung ini mau beli lighting biar kalo produksi live-live-an enggak nyewa-nyewa.
Di titik ini masih nabung buat beli sound-out, biar kalo umpamanya acara temen, atau charity dan lain-lain, aku punya, ini sesuai spekku yang biar enggak jelek-jelek banget. Terus bisa dipinjem buat teman-teman yang membutuhkan, kan banyak teman-teman yang kerja di vendor, jadi kru, dan lain-lain.
Karena pedoman Bapak-Ibu saya, jadi apa yang kita lakukan itu tidak cuma untuk diri kita. Jadi tidak cuma kita save, punya deposit, kan bayangannya gitu, enggak Mas. Rumah masih nyicil, mobil masih nyicil, terus ada beberapa alat saya beli mixer masih nyicil, biar lebih meningkat lagi.
Seberapa sering manggung saat ini?
Oh ini agak turun. Biasanya 20, 23 titik, 18 (sebulan) dari sebelum pandemi 2019 itu kan, terus pandemi, istirahat, agak kurang, terus setelah pandemi itu 15, 18, minimal 18 sebulan.
Mulai November (2022), mentok 10-20, ternyata kita bekerja itu enggak mikir investasi alat doang, enggak mikir karya doang, tapi kita juga investasi kesehatan, harus dijaga, di-manage. Misalnya, di Jogja udah satu, kalau mau nambah satu lagi yang satu gathering, kalo enggak enggak usah aja.
Udah gitu kan sekarang dangdut kan perkembangannya banyak, banyak grup yang udah muncul, banyak lagu-lagu yang viral dari adik-adik. Mungkin ada yang udah tua jadi ikut nyanyi dangdut terus viral juga, menurutku enggak ada persaingan, aku enggak menganggap mereka persaingan.
Karena semakin banyak yang tumbuh, berarti nafas musik dangdut atau lagu daerah dengan berbahasa daerah itu akan semakin panjang, jadi aku ya santai, aku tak segini dulu. Jadi aku kalo di Jogja nolak tiga job, yang tiga job ini, event kan pasti berlangsung, masuk ke teman-teman yang lain.

Paling jauh manggung sampai ke mana?
Timika, terus Jayapura. Timika, Jayapura enak sih. Tapi yang paling berkesan itu Sangata. Sangata itu di Kalimantan, kita terbang itu sampai Balikpapan dua jam. Dari Balikpapan ke Sangata 24 jam naik mobil, jalannya cuma satu itu.
Jalannya cuma itu, Kalo jalan rusak itu njegong kan ya, itu jalan rusak itu sampe nimbul. Wah udah kayak ombak banyu itu, jadi yo, itu lucu. Pulau-pulau besar sudah, Cuma ya Kalimantan Selatan itu (belum).
Dari mana nama panggung Ndarboy Genk?
(Dari nama saya) Daru. Terus dulu saya itu panggilannya “Ndarbo, Ndarbo” gitu. Makanya saya nyiptain lagu Wong Sepele itu kan dulu saya sempat di-bully juga. SD saya sempat pindah SD, pindah sekolahan karena di-bully kan, Ndarbo, Ndaru Kebo, karena berbadan gede.
Terus ada satu kakak tingkat saya di kuliah, humble, orangnya itu support banget sama aku. Terus dia itu selalu men-support aku walaupun aku tuh kadang nangis. ‘Mas aku enggak ada duit, aku harus makan Mas, terus aku punya utangan, aku mbayarnya piye Mas? Mbesok ya.’
Aku manggilnya Mas Adnan. Nah dia itu selalu manggil aku, ‘ayo Boy, ayo Boy! Terus dia itu kayak energiku waktu aku berproses pertama di studio Semarang itu. Terus, Ndaru, Boy, Ndarboy. Terus tak kasih Genk. Karena walaupun aku solo, aku merasa aku enggak bakal bisa berjalan sendiri kan, makanya aku sekali manggung itu tim aku 30 orang, minim 26 orang, band-band lain itu kayak, ‘bajingan ini, 30 orang ngapain?’ Tapi ya itu, selagi aku bisa membuat rezeki untuk teman-teman semuanya, gas.[]