News

Budaya Literasi Rendah Akibat Anggaran Minim

Budaya Literasi Rendah Akibat Anggaran Minim
Suasana Toko Buku Online Blok M Square, Jakarta, Rabu (23/6/2021). (AKURAT.CO/Sopian)

AKURAT.CO - Wakil ketua Komisi X DPR RI, Agustina Wilujeng Pramestuti mengatakan bahwa salah satu penyebab rendahnya literasi adalah karena kurangnya perhatian pemerintah kepada perpustakaan khususnya dalam hal alokasi anggaran. 

Hal tersebut disampaikan Agustina dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama kepala Perpustakaan Nasional, Muhammad Syarif Bando di ruang Komisi X, Gedung Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (2/11/2021). 

"Dan sekarang juga ada keluhan tentang betapa generasi milenial kita, anak-anak dalam usia sekolah dan orang-orang dewasa dalam usia produktif itu tidak memiliki keinginan atau nilai literasi yang tinggi. Atau indeks (literasi)-nya ini tidak begitu tinggi dibandingkan dengan negara-negara lain. Tentu mungkin salah satu faktornya adalah karena bahan bacaan yang memang terbatas, karena anggaran untuk perpustakaan juga terbatas," kata Agustina. 

baca juga:

Kurangnya alokasi anggaran, menurut Agustina menghambat potensi perpustakaan untuk menjadi sumber ilmu pengetahuan dan informasi. 

"Dukungan keuangan dari pemerintah tidak begitu besar, sehingga banyak potensi yang bisa menjadi sumber ilmu pengetahuan dan informasi bagi masyarakat ini mungkin belum dapat tertangani karena anggaran tidak maksimal," katanya. 

Kendati demikian, ia tetap memberikan apresiasi karena di tengah minimnya anggaran perpustakaan nasional tetap bisa berprestasi dan melahirkan inovasi. 

"Terima kasih Pak Muhammad Syarif Bando, banyak capaian dan penghargaan diraih oleh perpustakaan. Digitalisasi untuk koleksi-koleksi yang dimiliki juga memudahkan pemustaka untuk mengambil berbagai macam informasi. Perpustakaan mampu menjadi salah satu sumber ilmu pengetahuan dan pusat informasi," ungkap Agustina.

Politisi PDIP tersebut juga sempat memberikan beberapa perbandingan gedung perpustakaan di kota-kota besar di Indonesia dan di dunia dengan perpustakaan di daerah. Menurutnya, hal tersebut juga mempengaruhi minat para penggun perpustakaan untuk berkunjung dan membaca buku di perpustakaan. 

"Di Jakarta ini kan perpustakaannya bagus-bagus, ya. Keren-keren, gitu.  Dan ada beberapa, di Jogja juga bagus-bagus. Di Jabar, lumayan. Di Jateng ya begitu-begity aja. Tapi kalau misalnya di Kalsel begitu coba, padahal di situ pusat kebudayaan loh. Kalau kita pergi ke Amerika itu, perpustakaannya parlemen saja luar biasa. Kemudian di Inggris, heboh lagi. Setiap tahun 1 perpus di Birmingham itu dapat angaran 300 M," katanya. 

Perbandingan tersebut, menurut Agustina, menunjukkan bahwa perhatian pemerintah terhadap perpustakaan masih terbilang belum sesuai  dengan apa yang diharapkan.[]