Rahmah

Adab Melakukan I'tikaf Saat Bulan Ramadan

Adab Melakukan I'tikaf Saat Bulan Ramadan
muslim melakukan itikaf sesuai adab yang diajarkan oleh Imam Al-Ghazali. (istockphoto.com)

AKURAT.CO Umat muslim semua tahu bahwa bulan Ramadan merupakan salah satu bulan yang istimewa. Berbagai macam amalan telah disyariatkan kepada mukmin untuk meraup banyak pahala selama Ramadan. Pada bulan Ramadan, nilai kebaikan dari setiap perbuatan yang bernilai ibadah menjadi lebih tinggi dari bulan-bulan lain. Amal kebaikan tersebut akan dibalas dengan pahala yang berlipat ganda oleh Allah SWT.

"Barang siapa yang pada bulan itu mendekatkan diri kepada Allah dengan suatu kebaikan, nilainya seperti orang yang melakukan perbuatan yang diwajibkan pada bulan lainnya. Dan, barang siapa yang melakukan suatu kewajiban pada bulan itu, nilainya sama dengan 70 kali lipat dari kewajiban yang dilakukannya pada bulan lainnya. Keutamaan sedekah adalah sedekah pada bulan Ramadan." (HR. Bukhari-Muslim).

Terutama di sepuluh malam terakhir dalam bulan Ramadan. Malam Qadar (Lailatul Qadar) yang kehadirannya tidak dapat diduga antara tanggal ganjil 10 hari terahir Ramadan. Jika melakukan ibadah tepat pada malam tersebut, keutamaannya lebih baik dari 1000 bulan. Oleh sebab itu, 10 hari terakhir Ramadan dianjurkan untuk beritikaf untuk mendirikan lebih banyak aktivitas bernilai ibadah.

baca juga:

Diriwayatkan dari jalur Aisyah, ia berkata, "Nabi saw. bila memasuki 10 akhir (dari bulan Ramadan), Beliau mengencangkan sarung beliau, menghidupkan malamnya dengan beribadah dan membangunkan keluarga beliau". (H.R. Bukhari)

Begitulah itikaf menjadi salah satu amalan yang sangat dianjurkan. Disamping supaya mendapat malam Qadar juga karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam melakukan hal ini di sepanjang malam-malam tersebut. Untuk beri’tikaf dengan baik, Imam al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Din dalam Majmu'ah Rasail al-Imam al-Ghazali hal. 435. Beliau menyebutkan delapan adab itikaf sebagai berikut:

آداب الاعتكاف: دوام الذكر، وجمع الهم، وترك الحديث، ولزوم الموضع، وترك التنقلات، وحبس النفس عن مرادها، ومنعها في محابها، وجبرها على طاعة الله عز وجل.

Artinya: “Adab itikaf, yakni: terus menerus berdzikir, penuh konsentrasi, tidak bercakap-cakap, selalu berada di tempat, tidak berpindah-pindah tempat, menahan keinginan nafsu, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu dan menaati Allah SWT.

Pertama, terus-menerus berdzikir. Berdzikir kapada Allah bisa dengan banyak membaca kalimat thayyibah, tasbih, istighfar, syukur, dan sebagainya. Yang terpenting dalam berdzikir ini adalah melakukannya secara terus-menerus (istiqomah) dengan tujuan mengingat Allah dan mendekat pada-Nya.

Kedua, penuh konsentrasi. Dalam berdzikir kepada Allah diharapkan kita bisa memusatkan pikiran secara penuh atau yang lebih dikenal dengan konsentrasi. Hal ini bisa dicapai apabila dalam berdzikir kita bisa sekaligus menghayati makna setiap kata yang kita ucapkan serta hati dan ingatan ditujukan pada Allah SWT.

Ketiga, tidak bercakap-cakap. Dalam berdzikir kita berupaya mendekat kepada Allah subhanahu wata’ala. Kedakatan itu akan terjalin kalau kita sepenuhnya memusatkan kesadaran kita hanya kepada Allah sehingga komunikasi dengan sesama manusia sebaiknya dihindari kecuali ada keperluan mendesak.  

Keempat, selalu berada di tempat. Tempat itikaf adalah masjid. Masjid itu sendiri terdiri dari ruang-ruang tertentu seperti ruang dalam dan serambi. Tempat untuk beri’tikaf adalah ruang dalam tersebut yang biasanya terdapat tulisan di dinding yang berbunyi “Nawaitu al-’tikafa lillahi ta’ala”. Di ruang dalam inilah kita berada selama beri’ikaf. Jika ada keperluan untuk buang hajat, misalnya, kita boleh meninggalkannya untuk kemudian kembali ke tempat semula.

Kelima, tidak berpindah-pindah tempat. Di dalam masjid kita sebaiknya tidak berpindah-pindah tempat. Kita bisa mendirikan shalat, berdzikir, membaca Al-Qur'an, bertafakur dan sebagainya di tempat yang sama. Hal ini tentu saja agar itikaf bisa terlaksana secara efektif karena tidak membuang-buang waktu dan tenaga hanya untuk berpindah-pindah.

Keenam, menahan keinginan nafsu. Di dalam masjid sewaktu beri’tikaf kita sebaiknya fokus pada ibadah yang sedang kita lakukan dan tidak membiarkan pikiran kemana-mana. Godaan untuk segera mengakhiri itikaf sering kali berawal dari membiarkan pikiran ke hal-hal yang di luar masjid seperti warung makan, dan sebagainya. Hal ini bisa mengurangi kualitas itikaf karena kemudian kita tiba-tiba merasa lapar dan ingin segera ke tempat tersebut. 

Ketujuh, menahan diri dari kecenderungan menuruti nafsu. Di dalam masjid mungkin setan menggoda agar kita segera mengakhiri itikaf dengan alasan yang macam-macam seperti ingin segera istrirahat. Hal ini sebenarnya merupakan cara setan untuk membuat kita tiba-tiba merasa ingin istirahat sehingga bisa bebas. 

Kedelapan, menaati Allah azza wa jalla. Dalam beritikaf kita tetap harus taat kepada Allah dengan tidak melakukan hal-hal yang dilarang seperti lebih memilih itikaf dari pada melakukan shalat fardhu. Hukum i’tikaf adalah sunnah, sedang shalat fardhu hukumnya wajib. Maka ketika saat shalat Subuh tiba, kewajiban shalat ini harus dilaksanakan dengan menghentikan itikaf. Usai shalat Subuh tentu saja itikaf bisa dilanjutkan. 

Wallahu A'lam.[]