Prof. Dr. H. Al-Habib Said Aqil Husin Al-Munawwar,

Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Rahmah

Antara Tasawuf Modern dan Tasawuf Transformatif

Antara Tasawuf Modern dan Tasawuf Transformatif
Buku Tasawuf Transformatif (Dok. Akurat.co)

AKURAT.CO Membaca buku karya Dr. Alvian Iqbal Zahasfan yang bertajuk “Tasawuf Tranformatif” ini saya teringat akan buku best seller yang dicetak pertama kali bulan Agustus tahun 1939 kemudian dicetak 12 kali sejak 2015-2020 oleh Republika Penerbit, yakni buku bertajuk “Tasawuf Modern” karya Prof. Dr. Hamka.  

Ingatan saya disebabkan beberapa kemiripan antara keduanya. Pertama, kemiripan dalam tujuan yang ingin dicapai, keduanya ingin mengajak pembacanya untuk menggapai kebahagiaan hakiki, di dunia dan di akherat yang mana ada di dalam diri setiap insan itu sendiri melalui internalisasi dan aktualisasi nilai-nilai ajaran agama Islam.

Kedua, keduanya berawal dari kompilasi artikel. Bedanya buku “Tasawuf Modern” ditulis di majalah kota Medan yang bernama “Pedoman Masyarakat” di rubrik Tasawuf Modern yang khusus diisi oleh Buya Hamka, sedangkan “Tasawuf Transformatif” ditulis di koran nasional “Republika” di rubrik Hikmah yang tidak khusus diisi oleh Doktor Alvian.

baca juga:

Bedanya pula Tasawuf Modern adalah rubrik khusus untuk Buya Hamka yang kemudian beberapa pembacanya meminta agar kumpulan tulisan tersebut dibukukan. Sementara Tasawuf Transformatif adalah nama buku yang merupakan kumpulan artikel yang pernah dikirim oleh Doktor Alvian ke koran Republika, baik yang pernah dimuat atau pun yang tidak dimuat oleh Republika. Tidak dimuat bukan berarti tidak bagus, boleh jadi karena faktor giliran dengan penulis lain yang sama-sama mengirim artikel di rubrik yang sama. Karena rubrik Hikmah Republika terbuka untuk umum, siapa pun bisa mengirim artikelnya yang bernafas keislaman dan keimanan ke rubrik tersebut, asal bagus dan sesuai standar koran Republika.

Doktor Alvian menilai boleh jadi artikel-artikelnya tersebut jika diterbitkan dalam suatu buku akan membawa manfaat bagi pembaca, dari pada sekedar mengendap di laptopnya. Dan sebagaimana dikatakan pepatah Arab li kulli saqit laqit “setiap yang jatuh, ada yang memungut” tentunya tinta yang jatuh di atas kertas apalagi menjelma artikel hikmah yang dimuat oleh koran nasional adalah sesuatu yang wajib dipungut, dan boleh jadi yang memungut berebutan karena yang jatuh itu adalah mutiara, ya mutiara hikmah dari doktor muda lulusan Maroko.

Ketiga, keduanya sepakat bahwa untuk mencapai kebahagiaan hakiki adalah dengan menempuh jalan tasawuf sejati. Apa itu tasawuf sejati? Tasawuf Modern mengartikannya dengan “kehendak memperbaiki budi dan membersihkan batin”. Sementara Tasawuf Transformatif memformulasikannya dengan rumus 3T yang masing-masing T menjadi awal bab buku tersebut. 3T tersebut adalah Takhalli, Tahalli, Tajalli.    

Konsep 3T di atas hal yang jamak diketahui oleh pemerhati dan praktisi tasawuf. Takhalli adalah langkah awal seorang salik atau murid menapaki jalan menuju Allah dengan cara membersihkan jiwa, ruh dan hatinya dari segala macam maksiat dan penyakit hati, seperti iri dengki, sombong, dendam, riya’, ujub, syirik dan lain sebagainya.

Langkah kedua adalah Tahalli yaitu menghiasi jiwa, ruh dan hati dengan sifat-sifat mulia nan terpuji, seperti; ridha, sabar, syukur, tawakkal, tauhid, qanaah, zuhud, wara’, yakin, khauf, roja’, ramah dan lain-lain.

Adapun langkah yang terakhir adalah Tajalli yaitu penampakan atau buah dari kedua proses sebelumnya. Jika boleh diibaratkan konsep 3T ini ibarat orang mandi, langkah awal ia akan membersihkan segala macam kotoran dan daki yang menempel di badan dengan sabun, sampo, sikat gigi dll. Setelah sekujur tubuh bersih sejurus kemudian ia mulai berhias dengan pakaian yang rapi, sepatu/sandal yang serasi, perhiasan yang mewah, kendaraan yang gagah dan seterusnya. Keluar rumah ia tampak luar biasa, segar, wangi, anggun dan berwibawa.

Terkait hal di atas Buya Hamka dalam pengantar Tasawuf Modern hal.3 menukil kalam Imam Junaid bahwa “Tasawuf ialah keluar dari budi perangai yang tercela dan masuk kepada budi perangai yang terpuji”. Dari kalam Imam Junaid ini Buya Hamka menegaskan kembali di hal.8 sebagai penutup kata pengantarnya bahwa “Kita tegakkan kembali maksud semula dari tasawuf, yaitu membersihkan jiwa, mendidik, dan mempertinggi derajat budi; menekankan segala kelobaan dan kerakusan memerangi syahwat yang lebih dari keperluan untuk kesejahteraan diri”. Sementara Doktor Alvian cukup mengkonsep hal di atas dengan rumus 3Tnya yang hal itu bukan hal baru dalam diskursus ilmu tasawuf.

Ala ayyin, saya bahagia dan bersyukur dengan hadirnya buku ini, ditulis dengan singkat, padat dan bernas. Menariknya lagi di akhir setiap hikmah yang berjumlah 48 ditulis satu dua hadis yang terkait dengan temanya lengkap teks Arab dan terjemahnya, sehingga membaca buku ini serasa membaca buku arbain laiknya Arbain Nawawi. Semoga penulis dan pembacanya mendapat syafaat Nabi Muhammad SAW dan mendapat barokah dari buku ini.

Selamat membaca!  ​​​​*Guru Besar Ilmu Hadis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Menteri Agama RI 2001-2004 dan Ketua Umum IPQAH (Ikatan Qari'-Qari’ah dan Hafidz-Hafidzah) Jakarta, Senin 25 April 2023/3 Syawwal 1444 H.