News

Alarm Krisis Iklim Makin Nyata! Percepatan Transisi Energi Mendesak   

Alarm Krisis Iklim Makin Nyata! Percepatan Transisi Energi Mendesak   
Puluhan aktivis yang tergabung dalam Aliansi Perlawanan Perubahan Iklim melakukan aksi terkait krisis iklim di Jakarta, Jumat (5/11/2021). (AKURAT.CO/Dharma Wijayanto)

AKURAT.CO Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) merilis laporan teranyar mengenai situasi iklim terkini. Dalam AR6 Synthesis Report yang dirilis pada Senin (20/3/2023) lalu, IPCC menyatakan bahwa krisis iklim yang disebabkan oleh manusia (human-caused climate change) telah terjadi secara cepat serta meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem di setiap wilayah dunia, di antaranya gelombang panas yang semakin intens, hujan lebat, kekeringan, hingga siklon tropis.

Saat ini, kenaikan temperatur Bumi telah mencapai 1.1°C dan menuju pada kenaikan temperatur global rata-rata pada 2.8°C pada tahun 2100 berdasarkan komitmen negara-negara di dalam Nationally Determined Contributions (NDC). Angka ini hampir dua kali lipat dari target 1.5°C yang tertuang dalam Paris Agreement, yaitu batas aman bagi Bumi untuk pemanasan global.

“Hal ini menandakan bahwa upaya yang dilakukan oleh negara-negara belum cukup dan akan membawa dunia menuju climate catastrophe yang lebih parah,” kata Juru Kampanye Iklim dan Energi Greenpeace Indonesia, Adila Isfandiari. 

baca juga:

Laporan AR6 Synthesis Report ini adalah bagian final dari rangkaian Sixth Assessment Report yang mengintegrasikan temuan dari enam laporan sebelumnya yang telah dikeluarkan IPCC sejak 2018. 

IPCC telah mengungkap banyak analisis mengenai situasi krisis iklim yang sedang dan akan melanda dunia. Mereka juga memperingatkan pemerintah negara-negara untuk melakukan aksi iklim yang lebih nyata dan ambisius untuk menghindarkan kita dari situasi yang lebih buruk lagi.

Situasi ini mengancam Indonesia sebagai salah satu negara yang sangat rentan terhadap krisis iklim, terutama bencana banjir dan panas yang ekstrem. 

Selama 2022, Indonesia telah mengalami 3.544 bencana, sekitar 90 persen di antaranya bencana hidrometeorologi. Adapun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tren bencana hidrometeorologi Indonesia telah mengalami peningkatan selama 40 tahun terakhir. Bank Indonesia menganalisis, kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem mencapai lebih dari Rp100 triliun per tahun.

Namun di sisi lain, AR6 Synthesis Report juga menyatakan masih mungkin untuk mencapai target 1.5°C pada tahun 2100 dengan melakukan segala upaya mitigasi yang ambisius untuk mengurangi emisi sebesar 50 persen pada 2030 dan mencapai nol emisi tahun 2050. 

"Bukti-bukti ilmiah menunjukkan krisis iklim itu nyata dan dampaknya semakin masif. Kita masih berada jauh dari jalur mencapai 1.5°C, tapi masih ada peluang jika kita melakukan aksi iklim yang ambisius, di antaranya dengan percepatan transisi energi,” kata Adila.[]