Pengamat: Proses Tender Hanya Diikuti Satu Peserta, Harus Dibatalkan

Sejumlah kendaraan melintas gerbang jalan berbayar atau Elektronic Road Pricing (ERP) di Kawasan Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta, Kamis (6/9/2018). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta melalui Unit Pengelola Sistem Jalan Berbayar Elektronik Dinas Perhubungan DKI Jakarta, sampai saat ini masih menggodok rencana penerapan ERP yang ditargetkan akan beroperasi mulai Mei 2019 mendatang. | AKURAT.CO/Dharma Wijayanto
AKURAT.CO, Pembangunan fasilitas jalan berbayar atau Electronic Road Pricing (ERP) di kawasan Sudiriman-Thamrin Jakarta Pusat masih jalan di tempat.
Direncanakan sejak lima tahun lalu, pengadaan barang dan jasa untuk ERP baru dilelang tahun ini.
Peserta lelang pengadan barang dan jasa kelengkapan ERP teridiri dari tiga perusahan yakni PT Bali Towerindo Sentra Tbk, Q Free ASA, dan Kapsch TrafficCom AB.
baca juga:
Namun belakangan dua dari tiga perusahan ini dikabarkan mundur menjadi peserta lelang.
Adapun satu dari dua perusahaan yang mundur yakni perusahaan Kapsch TrafficCom salah satu perusahan ERP asal Swedia ini disinyalir bekerja sama dengan perusahan Luhut Binsar Panjaitin dalam proyek ini.
"Iya satu perusahaan dari Sweedia itu punya Luhut yang perusahan swedia yang bekerja sama dengan Luhut kayanya. Dicek lagi saya enggak berani pastikan," kata Pengamat Trasportasi Azas Tigor Nainggolan kepada AKURAT.CO Jumat (18/1/2019).
Lantaran dua perusahaan ini sudah "dipukul mundur" Tigor mengatakan proses tender tidak bisa dilanjutkan dan harus digelar ulang.
Pasalnya saat ini tinggal PT Bali Towerindo Sentra Tbk yang menjadi peserta tunggal. Menurut Tigor peserta lelang harus lebih dari satu vendor.
"Jadi gini tetap enggak bisa jalan proses tendernya karena minimal harus ada dua vendor yang ikut. Lelang harus digelar ulang dong," ujarnya.
Bila pemprov DKI tetap memaksakan PT Bali Towerindo Sentra Tbk sebagai peserta tunggal maka perlu dipertanyakan, sebab nama perusahan ini kata Tigor tidak familiar di kalangan pegiat trasportasi di Jakarta. Hal ini kata dia malah membuat curiga publik atas kecurangan proses lelang tender.
Tak bisa dipungkiri proyek ERP merupakan proyek raksasa yang bakal mendapatkan profit yang tak sedikit. Nantinya perusahan yang mengerjakan proyek ini juga akan menjadi pengelola dari proyek tersebut.
"Kalau dipaksa juga ada apa ini? kok cuman satu perusahaan yang maju? Ini kan proyek besar dan ini kan uang besar dari ERP jadi nanti perusahaan yang bangun itu jadi pengelolanya dia yang membangun infrastrukturnya dia juga yang mengelola. Duit besar itu," tambah Tigor.
Proses lelang ERP mesti dilakukan terbuka dan trasparan termasuk profil peserta tender. Tigor mengatakan trackrecord perushan peserta harus dibuka ke publik.
"Makanya semua peserta lelang harusnya dibuka data base mereka, terus pengalamannya kemana, itu dimana mereka sudah punya karya gitu jadi jangan seperti membeli kucing dalam karung," tukasnya.
Tigor mengkahwatirkan kecurangan tender kembali terjadi di lingkungan pemprov DKI sebagaimana terjadi pada lelang proyek pengadaan bus trasjakarta 2016 lalu yang berujung pada dijebloskannya Mantan Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta Udar Pristono ke penjara.
"Jangan kaya PT Transjakarta yang dulu. Perushan bagus dari Eropa dikalahin. Kemudian beli bus dari Cina akhirnya pas dipakai meledaklah ACnya, bannya lepas lah. Banyaklah masalahnya," tuntasnya.[]