Ruhut: Aku Sedih Fadli Zon yang Puisinya Makin Ngawur Tanda-tanda Beliau Makin Stres

Jubir Kampanye Tim Nasional Jokowi-Ma'ruf Ruhut Sitompul (kedua kanan) saat menjadi pembicara dalam diskusi Polemik di Kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (17/11/2018). Dalam diskusi ini membahas tema "Narasi Gaduh, Politik Kisruh", dimana kedua pasangan capres melakukan berbagai manuver dengan tujuan untuk mencari popularitas. Masa kampanye Pilpres 2019 sudah berjalan selama satu setengah bulan, capres-cawapres Jokowi-Ma'ruf dan Prabowo-Sandi lebih menjual sensasi daripada gagasan yang akan dijalankan apabila terpilih dalam pemilihan presiden. | AKURAT.CO/Sopian
AKURAT.CO, Juru bicara pasangan Joko Widodo - Ma'ruf Amin, Ruhut Sitompul, menilai pesan politikus Fadli Zon yang disampaikan melalui puisi semakin ngawur dan hal itu membuatnya sedih. Ruhut Sitompul tak dapat menutupi rasa kecewa terhadap aksi Fadli Zon.
"17 April 2019 #JokowoLagi walaupun hati aku nanti bergembira karena artinya “Kemenangan Rakyat Indonesia, tapi aku sedih Fadli Zon yang puisinya makin ngawur tanda-tanda beliau makin stres semoga nanti tidak stroke” #IndonesiaMaju merdeka," tulis Ruhut Sitompul.
Puisi Fadli Zon yang dianggap ngawur oleh Ruhut Sitompul berjudul Jaenudin Nachiro Namamu. Fadli Zon tentu saja tidak menjelaskan siapa yang dimaksudkan dalam puisi. Tapi dalam puisi tersebut, antara lain dia mengangkat kata-kata yang menjurus, seperti "moncong putih berliur ludah" dan "naik chopper gaya alap-alap."
baca juga:
Selama berkarier di dunia politik, lulusan Sastra Rusia Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia itu sudah banyak menelurkan puisi berisi hasil refleksi atas situasi yang terjadi di negeri ini.
Menurut penelusuran AKURAT.CO, sepanjang tahun 2014 dia menulis delapan puisi, yakni: Air Mata Buaya, Sajak Seekor Ikan, Sandiwara, Menuju Indonesia Raya, Sajak tentang Boneka, Aku Raisopopo, Pasukan Nasi Bungkus, Sajak Orang Hilang.
Kemudian pada 2016, wakil ketua umum Partai Gerindra membuat empat puisi: Tukang Gusur, Dua Tahun Berjalan Sudah, Tak Pernah Terbayang, Tahun Baru dari Turki.
Dia masih aktif menulis puisi pada 2017. Judulnya: Sajak Sang Penista, Diktator Kecil, Kaos dan Sepeda, Tiga Tahun Kau Bertahta, Menonton Kedunguan, Paman Donald yang Mulia, Tahun Berganti.
Dan pada 2018, dia telah menulis enam puisi: Sajak Peluit Kartu Kuning, Orang Gila, Sontoloyo, Ada Genderuwo di Istana, Mau Saya Tabok Rasanya, dan Jaenudin Nachiro Namamu.
Puisi Fadli Zon seringkali mengundang reaksi karena dianggap menyerang penguasa dengan informasi yang tidak ada bukti. Kendati demikian, tidak menyurutkan Fadli Zon untuk terus mengkritik lewat puisi. []