Politik Dua Kaki Partai Demokrat

Calon Presiden Prabowo Subianto dan Calon Wakil Presiden Sandiaga Uno berkunjung ke rumah Ketua Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di kediamannya di kawasan Mega Kuningan, Jakarta, Rabu (12/9/2018). Dalam pertemuan yang berlangsung hangat tersebut membahas strategi pemenangan pemilu 2019, baik pileg dan pilpres. | AKURAT.CO/Endra Prakoso
AKURAT.CO, Tak ada yang salah dengan taktik atau game yang dimainkan oleh Partai Demokrat. Demokrat tentu ingin menang atau paling tidak suaranya naik pada Pileg 2019 nanti.
Walaupun secara institusi kepartaian, Demokrat mendukung Prabowo-Sandi. Namun para kadernya, banyak yang loncat pagar dan bermanuver mendukung Jokowi-Ma’ruf Amin di Pilpres 2019 yang akan datang.
Pileg bagi Demokrat sama pentingnya dengan Pilpres. Karena seperti kita tahu, Pileg dan Pilpres 2019 untuk pertama kalinya dalam sejarah bangsa ini akan dilakukan bersamaan/serentak. Menang di Pileg sama dengan pentingnya menang di Pilpres.
baca juga:
Pilihan Demokrat dalam mendukung Prabowo-Sandi di Pilpres dan pilihan kadernya untuk mendukung Jokowi-MA, sambil all out dalam memenangkan Demokrat di Pileg sudah membuat pimpinan Demokrat lega. Dan membuat kubu Prabowo-Sandi ketar-ketir.
Pasca tidak dipilihnya AHY menjadi Cawapresnya Prabowo, menjadikan Demokrat tak semangat dan setengah hati dalam mendukung Prabowo-Sandi. Karena bagi Demokrat, gagalnya AHY menjadi Cawapres merupakan pembelajaran penting agar Demokrat bangkit dan tidak disepelakan. SBY dan Demokrat dianggap tak hebat lagi karena gagal mempertahankan AHY menjadi Cawapres. Dan kalah oleh Sandiaga Uno.
Demokrat tahu betul apa yang harus dilakukan. Demokrat tentu tidak tinggal diam. Demokrat bergerak dalam diam. Sambil mengobati luka hati kekecewaan terhadap Prabowo yang tidak memilih AHY sebagai Cawapresnya, Demokrat sedang mengatur taktik dan strategi agar Demokrat dihargai, diperhitungkan, dan berharga jual mahal. Paling tidak memiliki bargainning posisi yang tinggi di hadapan Prabowo-Sandi ataupun Jokowi-MA.
Berbagi peran antar kader adalah keniscayaan dan merupakan pilihan. Karena pencapresan Prabowo-Sandi tidak menguntungkan Demokrat, tidak ada efek elektoral bagi Demokrat.
Oleh karena itu, bermain di dua kaki merupakan langkah yang tepat dan tentu menguntungkan Demokrat. Untung karena Partai Demokrat tidak pecah. Untung ada yang bermain di kubu Jokowi-MA. Dan untung karena para kader di daerah all out untuk memenangkan Demokrat di Pileg. Pileg dulu urusan Pilpres kemudian. Menang di Pileg dulu, urusan Pilpres dibicarakan kemudian.
Manuver Demokrat tentu memberatkan dan merugikan kubu Prabowo-Sandi. Pasalnya Prabowo-Sandi akan dinilai tidak mampu menjaga kekompakan, kesatuan, dan kesolidan.
Kekompakan tim merupakan hal yang pertama dan utama. Jika tim nya sudah tidak bersatu dan bercerai berai, maka peluang untuk bertarung melawan incumbent menjadi lemah.
Dengan kesolidan akan dibangun kebersamaan. Dan dengan kebersamaan akan tercipta kemenangan. Tak ada kemenangan yang dihasilkan dari tim yang acak kadut dan tidak kompak.
Wajah politik Indonesia selalu dihiasai dengan wajah politik dua kaki, untung-rugi, hidup- mati, kalah memang, konflik, permusuhan, pengkhianatan. Wajah politik dua kaki dalam politik Indonesia merupakan sesuatu yang biasa dan tidak aneh. Asalkan saling menguntungkan, apapun bisa dilakukan.
Politik tak mengenal ada orang lain yang dirugikan, politik hanya mengenal bagaimana bisa bertahan dan menang walaupun harus main dua kaki. Dan ujung semua itu kompromi. Ya, kompromi untuk saling menguntungkan.
Dewa Janus dalam mitologi Romawi memiliki dua wajah. Dan begitu juga realita politik nasional kita menggambarkan dua wajah. Bahkan bisa menjadi banyak wajah. Wajah baik dan wajah buruk. Satu wajah bisa ada di kubu Jokowi-MA. Dan wajah yang lain bisa mendukung Prabowo-Sandi. Dan itu sudah berlaku umum dan sudah biasa dilakukan oleh para politisi.
Jika pun ada politisi yang setia, itu merupakan cerminan wajah kebaikan dalam politik. Bahkan politik di Indonesia sering menggambarkan banyak wajah. Terkadang para aktor politik berwajah banyak untuk eksis di dunia politik yang masih kotor dan penuh tipu daya.
Permainan banyak wajah menjadikan politik masih diisi dan diwarnai oleh kemunafikan. Seolah-olah mendukung, padahal menikam. Seolah-olah baik, padahal menusuk. Seolah-oleh setia, padahal berbagi hati dan main dua kaki. Seolah-olah cinta, padahal mengkhianati. Dan seolah-olah bersama, padahal mendua.
Politik dua kaki atau kaki banyak merupakan realita politik yang tidak bisa terhindarkan. Siapapun para aktor politik akan terpaksa dan dipaksa untuk melakukan. Karena yang dikejar hanya kemenangan untuk mendapatkan kekuasaan, jabatan, dan uang. Karena bagi para politisi atau bagi partai politik, kekalahan adalah aib dan menyakitkan. Oleh karena itu, harus dihindari.
Dan sejarah tidak pernah berpihak kepada orang-orang yang kalah. Sejarah hanya akan berpihak pada orang-orang yang menang. Menang adalah keniscayaan dan kalah adalah pilihan. Menang adalah keniscayaan.
Partai politik dibentuk dan didirikan memang untuk merebut kekuasaan dengan cara-cara konstitusional dan melalui Pemilu. Kemenangan bisa saja diraih dengan cara melakukan politik dua kaki atau berbagi hati. Yang terpenting adalah tidak menyalahi aturan perundang-undangan yang berlalu.
Dan selama tidak ada yang mengharamkan, politik dua kaki sah-sah saja. Ya, walaupun memang ada yang dirugikan dan secara etika memang kurang baik.
Dalam usul fiqih dikenal dengan istilah “Alaslu fill Asyai al Ibahah”. Asal segala sesuatu itu hukumnya mubah atau boleh. “Hatta an yakuna dalillan ala tahriim”. Bisa menjadi haram jika ada dalil yang mengharamkannya.
Taktik dan strategi dua kaki Demokrat tidak bisa disalahkan karena tidak ada aturan yang melarang. Tak diatur dalam konstitusi, UU, atau peraturan yang lainnya. Jadi berselancar dalam politik dua kaki, biasa jadi menjadi sesuatu yang menyenangkan bagi para politisi dan partai politik. Walaupun terkadang menabrak etika.
Taktik dua kaki bisa menguntungkan Demokrat. Dan merugikan Prabowo-Sandi. Demokrat bisa mendapatkan SUSU (Sana Untung Sini Untung) dan juga merupakan barisan ISIS (Ikut Sana Ikut Sini).
Dan permainan dua kaki wajar dan bukan sesuatu yang kurang ajar. Karena jika Demokrat tidak mendua, maka Demokrat bisa merugi. Bisa kalah di Pilpres dan bisa kalah juga di Pileg.
Sebuah keputusan yang rasional untuk menjaga harkat, martabat, dan kemenangan partai. Taktik dan pilihan terbaik untuk saat ini. Berdiri di dua kaki. Berbagi hati. Sambil memantapkan strategi.
Taktik dua kaki terkadang harus diterapkan demi menghilangkan kegalauan kader dan menyelamatkan partai. Dua kaki why not. Yang terpenting kader Demokrat happy.
Bisa bebas bermanufer untuk Jokowi-MA, memenangkan Demokrat di Pileg. Walaupun memang mengecewakan Prabowo-Sandi. Dan Demokrat pun pernah kecewa pada Prabowo karena AHY tidak dipilih menjadi Cawapres.
Apapun pilihan Demokrat itu hak mereka. Hak untuk bermain di kubu manapun. Jika ada yang diuntungkan dan ada yang dirugikan itu soal biasa. Dipolitik selalu ada yang untung dan juga ada yang rudi.
Yang terpenting adalah bagaimana kubu Prabowo dan Sandi dalam menjaga soliditas tim. Termasuk dalam menjaga kebersamaan dengan Demokrat. Demokrat punya pilihan. Pilihan yang tentu ujungnya untuk memenangkan Demokrat di Pileg. Walapun sedikit harus mengorbankan Pilpres. Atau bisa dua duanya, menang di Pileg dan juga menang di Pilpres.
Terbukti dengan manuver dua kaki, Demokrat menjadi partai yang banyak diberitakan media dan mendapat bargainning posisi yang tinggi di mata Prabowo-Sandi. Begitu juga mendapat simpati dari kubu Jokowi-MA, karena banyak kadernya yang merapat ke sana.
Soal rakyat, biar rakyat yang menentukan dan memilih. Rakyat akan menentukan apakah Demokrat naik perolehan suaranya. Atau karam karena politik dua kakinya. Hanya Tuhan dan rakyat yang tahu. Dan hanya waktu yang akan menjawab. Cobalah tanya pada rumput yang bergoyang.
Direktur Eksekutif Indonesia Political Review (IPR) & Pengamat Politik Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI) Jakarta.